Letih mulai meraba persendian otak, mata, dan mood-ku, kuliah yang mengharuskan daring belum juga usai. Bagaimana tidak pusing, hampir 3 jam aku berada di depan laptop. Kantuk juga mulai menyerang, sebab pemateri hari ini kurang aktif. Entah kapan keadaan seperti ini akan berakhir.
Baru saja ingin merebahkan badan, otak mengingatkan bahwa rumah belum beres; piring menumpuk di wastafel, belum menyapu, baju kotor belum dicuci. Kukuatkan diri menuju dapur, bersiap mengeksekusi kuman yang membandel.
"Masak apa, ya?" tanya kakak yang tiba-tiba muncul.
"Coba lihat apa yang ada di kulkas," saranku.
"Cuma ada kangkung, untuk siang ini kita sayur tumis kangkung," ujarnya.
"Boleh, Kak."
Tugasku sudah selesai, pamit padanya untuk rehat sebentar sambil menunggu waktu salat Zuhur. Ia menggangguk dan memaklumi keadaanku. Beginilah rutinitas pembagian tugas kami setiap harinya. Jika ia memasak, aku harus membersihkan yang lain, begitu sebaliknya.
***
Kumandang azan terdengar merdu bersahutan dari beberapa musala dan masjid, sekitar rumah. Aku segera ke kamar mandi, membersihkan diri dan berwudu. Sebentar lagi, ayah akan pulang dari ladang. Terdengar suara deru di motor di luar, pertanda kakak akan menjemput ibu dari sekolah tempatnya mengajar.
Salat selesai kutunaikan, bergegas menyiapkan hidangan yang ada. Meskipun sederhana, aku senang dengan keharmonisan keluarga ini. Setidaknya ada satu waktu makan, kami berkumpul. Bercerita tentang banyak hal, walaupun itu tidak penting, tapi mampu melukiskan senyum.
"Wah, Paman datang! Ayo makan sekalian, Paman," ajak kakak yang langsung sibuk mengambil piring.
"Enggak usah, Paman sudah makan," tolak beliau.
"Kenapa sendiri? Istrimu mana?" tanya ibu.
"Di rumah, Kak. Entah buat kue apa tadi. Enggak ngerti aku," jawab beliau diiringi tawa.
"Lihat, tu, Yani rajin sekali bantu orang tuanya," celetuk ayah tiba-tiba.
Aku yang sedang enak makan, merasa ada pasir yang tiba-tiba bercampur dengan makanan yang kukunyah, tak lagi bisa tertelan. Nikmat yang kurasa, hilang seketika. Hambar. Ayah berkata seperti seolah kami tak pernah mengerjakan apa pun di rumah ini. Beliau tak berhenti membanggakan anak-anak paman yang tak hanya rajin tapi bagus di bidang akademik sampai semua selesai makan.
"Kami juga mengerjakan semuanya, Ayah. Kami punya porsi masing-masing. Kami juga belajar, bersih-bersih rumah. Dia berprestasi karena ahli di bidang itu. Kami ahli di bidang kami sendiri," jelasku berapi-api karena tidak tahan. Lalu pergi meninggalkan mereka yang terdiam.
***
Setiap anak istimewa, mereka memiliki kelebihan masing-masing di bidangnya. Jangan pernah menyamakan apa lagi men-judge mereka dengan kata-kata tak enak di dengar telinga.
Negeri di Atas Awan, 25 Juli 2020
Komentar
Posting Komentar