Setiap manusia terlahir dari kombinasi unik yang tersusun dari luka-luka kehidupan. Luka itu menjadi saksi yang sedikit banyak menemani perjalanan dan proses kita bertumbuh. Saat hembusan angin dan terik matahari diiringi suara burung bersahut-sahutan, saat itu pula melody lembut terdengar meruntuhkan dinding tinggi tentang luka yang engkau titipkan. Melody itu terus saja berputar tanpa peduli bahwa hal itu menghantarkanku pada perasaan yang ingin dilupakan dan rindu pada kenangan.
Entahlah, apakah sembilu luka itu terlalu membekas, hingga aku sendiripun masih tersesat. Apakah aku yang terlalu bodoh, atau kamu yang terlalu pintar membodohiku?. Aku yang terlalu memperjuangkanmu atau kamu yang hanya mempermainkaku. Aku yang terlalu mencintaimu atau kamu yang tak lagi menginginkanku. Huft.... ternyata benar bahwa daun yang gugur dan terbuang tak pernah sekalipun membenci angin. Saat air hujan jatuh berkali-kali, ia tetap selalu berusaha meski ia tahu bahwa itu hanya untuk jatuh kembali. Terlalu banyak bolongan luka dalam diri ini, bahkan saat dunia telah memperingatiku, aku tetap bodoh yang masih mengharapkan kehadiranmu, tetap ingin menggenggammu, tetap ingin bersamamu. Namun setelah penghianatanmu, aku sadar ternyata aku sedalam itu jatuh dalam pesona iblis sepertimu. Sebodoh itu aku naif mencoba bertahan dalam kubangan duka lara darimu.
Karena sebuah luka darimu, membuat aku berhenti untuk mencari dan meminta perhatian darimu walau itu sebutir pasir. Akan aku coba untuk lebih memerhatikan diriku sendiri karena aku tahu bahwa kamu tak akan pernah menaruh perhatian lagi. Aku akan berhenti tersenyum padamu. Karena memang tak akan ada lagi gunanya., karena kamupun tak akan merekam senyumku dalam ingatanmu. Dan aku juga ingin berhenti mencintaimu, karena nalarku terlalu pendek untuk menjangkau maksud dari rencana tuhan.
Aku yang mulai lunglai dengan romantika semu. Lemahku semakin nyata, dimanakah dunia yang menina bobokkan diriku dalam genggam riuh canda tawa bahagia, menyusuri bumi mengitari matahari sebagai sosok kecil penuh imaji dan mimpi. Benakku sudah kian bosan mendengar tiap keluhku. Harusnya dari awal aku mengerti bahwa dirimu hanya sebatas ingin tanpa harus dimiliki, sebatas angan tanpa harus diwujudkan dan sebatas pernah tanpa menuai kisah.
Dari sini aku belajar ada luka yang tak bisa disembuhkan oleh waktu. Ada luka yang hanya bisa diterima seada-adanya. Pada luka ini kita hanya perlu terbiasa. Langit dan semua warnanya akan selalu menjadi atap yang menaungi kita. Malam akan berganti pagi, matahari akan terbit sekali lagi, kita juga harus tersenyum lagi. Terima kasih luka telah memelukku penuh sayang.
Titi fitri, 21 juni 2021
Komentar
Posting Komentar