Perihal Takdir


Di bawah temaram lampu yang menyala, aku menatap langit. Menikmati kuasa Tuhan yang tiada duanya. Langit yang berdiri kokoh tanpa tiang itu terlihat sangat indah malam ini. 

Ditemani cahaya bulan, aku mulai mengamati bintang-bintang yang bersinar indah di atas sana. Menyapa seseorang yang sudah jauh dan tak akan bisa kutemui lagi, selamanya. 

Hai, bagaimana kabarmu? Semoga kamu tenang, ya, di sana. Kamu tahu, aku baru menyadari sesuatu hari ini, setelah kepergianmu sebulan yang lalu. 

Ternyata, begitu banyak hal, ya, yang terjadi dalam hidup. Suka-duka, susah-senang, sedih-bahagia, terjadi begitu saja. Ada satu kata yang terlintas di kepalaku saat ini. Kamu tahu apa itu? Ya, takdir. 

Sebenarnya, takdir itu apa, sih? Kenapa banyak orang menyalahkan takdir atas sesuatu yang terjadi? Dan apakah takdir itu jahat?

Aku bingung. 

Apa kamu bisa menjelaskan perihal takdir kepadaku? Hehe, bagaimana caranya, ya? Bahkan kamu sudah jauh dariku.

Ah, ya, aku baru ingat. Seseorang pernah berkata kepadaku perihal takdir. Kamu tentu mengenalnya. Dia, orang yang kamu anggap spesial dalam hidupmu, setelah aku tentunya. Dia bilang, "Takdir adalah ketetapan dari Tuhan. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, manusia harus menerimanya. Tidak ada yang tahu takdir seperti apa yang akan datang menghampiri. Susah, senang, gelisah, gembira, kecewa, sedih, atau bahagia, tidak ada yang tahu, begitu juga aku."

Saat itu, aku hanya diam dan mendengarkannya berbicara. Aku masih belum bisa memahami maksudnya. Dia melanjutkan, "Saat sesuatu yang memang ditakdirkan untukmu, maka dia tidak akan pergi meninggalkanmu." 

Entahlah aku sangat bingung kala itu. Aku hanya berpikir, mungkin dia sedang terluka atau kehilangan sesuatu. 

Namun, aku memahaminya sekarang. Ya, aku mengerti. Takdir akan menemui pemiliknya. Ia tidak akan pernah tertukar, benar 'kan? Seperti halnya dirimu yang tidak pernah menjadi takdirku. Kamu memilih pergi untuk menyusulnya dan meninggalkanku sendiri di sini. Karena takdirmu adalah bersamanya di sana. 

Takdir tidak jahat. Ia hanya menjalankan ketetapan yang sudah diatur oleh Tuhan. Takdir pun tidak kejam, hanya saja manusia yang salah dalam menilai takdirnya. Benar begitu, kan? 

Aku masih ingat dengan jelas ucapanmu waktu itu. 

"Kamu adalah orang akan selalu kusayangi setelah ayah dan bunda. Kamu sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Jangan pernah bersedih lagi, ya. Sudah cukup air mata yang keluar dari mata indahmu. Aku tidak ingin melihatnya jatuh kembali. Jaga dirimu baik-baik. Jangan pernah menganggap dirimu sendirian, karena aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku akan selalu ada bersamamu, di sini, di hatimu. Aku menyayangimu." Begitu katamu sambil merengkuh tubuh lemahku dalam pelukanmu waktu itu.

Aku sadar sekarang, kita ditakdirkan hanya untuk menjadi kakak dan adik, tidak lebih. Walau tidak memiliki hubungan darah, tapi kamu menganggapku sebagai keluarga. 

Aku menarik napas panjang. Berusaha mengendalikan diri. Hanya mengenangmu saja sudah membuatku lemah. 

Tanpa kusadari, air mataku jatuh begitu saja. Baiklah, untuk saat ini aku biarkan ia keluar. Sebagai obat kerinduanku padamu. 

Aku kangen kamu, Kak. Bahagia di sana, ya. :)


Ruang Sepi, 5 Agustus 2021, 12:12 WIB

Komentar