Bagiku, kau istimewa. Namun, kauberi aku kecewa—hati bak teriris—perih. Meski aku tak kau temui. Tenang saja, kisah ini kuabadikan dalam aksara. Secangkir rasa—seindah luka—di akhir senja.
Sudah kuluapkan semua isi hati. Tak bisakah kaumengerti? Sedikit saja? Kupikir ini salah satu cara untuk saling menjaga—meski tak bersama.
Di saat senyummu menjadi senyumku—kamu ada, tak bisa kurengkuh. Kau lukai berkali-kali pun aku tak peduli. Biarlah aku yang menggenggam bara luka dan kau di sana yang berbahagia.
Banyak harsa yang telah kita nikmati bersama. Jarak yang terlalu jahat tidak mengizinkan bersatunya kita. Bukan. Bukan jarak yang jahat. Kau yang tak pernah mencoba memperjuangkanku. Aku hanya perlu kau temui. Bukan lewat kata, melainkan tatap muka.
Coba kau pahami! Jika keberuntungan datang menghampiri kita, itu karena ada usaha dan doa— bukan kebetulan semata. Bagaimana mungkin kita akan bersama? Jika tak pernah ada usaha dan doa. Maksimalkan usahamu dan kuatkan doamu. Selebihnya, biarkanlah tangan Tuhan yang bekerja. Aku dan kamu cukup berusaha—berdoa—semoga kelak, kita akan bersama.
Indramayu, 20 September 2021

Komentar
Posting Komentar